Di Indonesia, dengan gemblengan pendidikan yang serba kiri, tak dapat dielakkan mayoritas orang kuat otak kirinya (baca:orang kiri). Hanya segelintir orang yang kuat otak kanannya (baca: orang kanan). Jadilah mereka golongan minoritas. Repotnya, alur pikiran golongan minoritas yang sangat spasial, intuitif, difus (menyebar), dan lateral (tidak runtut) ini, jelas-jelas tidak nyambung dengan alur pikiran golongan mayoritas. Kesanya, terlarang. Ujung-ujungnya, golongan minoritas sering dicap 'gila' oleh golongan mayoritas.
Padahal, otak kanan itu penting. Super penting malah. Sumpah!!. Bukankah karakteristik otak kiri itu kering, kaku, dan serba lurus? Sebaliknya, karakteristik otak kanan itu hidup, supel, dan spontan. Oleh karena sifat-sifatnya itulah, otak kanan bisa mencuatkan gurauan, permainan, cerita, kiasan, kreativitas, visual, musik, intuisi, sintesis, empati, keramahtamahan, syukur, dan pemaknaan hidup.
Dan peganglah baik-baik kutipan religius yang satu ini 'Mulailah dengan yang kanan'. Penafsirannya menurut saya 'Mulailah dengan otak kanan'. Sebagai tambahan, saya melihat kultur Indonesia, China, Islam, dan Nasrani akrab dengan serentetan istilah serba kanan yang keseluruhannya identik dengan kebaikan, contohnya 'tangan kanan', 'langkah kanan', 'golongan kanan' dan 'sebelah kanan'. Tidak mau ketinggalan, burung Garuda dalam Pancasila pun menoleh ke kanan, bukannya kekiri atau lurus ke depan. Jarum jam juga bergerak ke arah kekanan.
Malah dalam bahasa Inggris kebetulan kata 'kanan' dan 'benar' sama-sama diterjemahkan menjadi right. Maka boleh saya asumsikan bahwa kanan itu hampir selalu benar. Right? Lebih lanjut, dalam Bahasa Inggris kebetulan pula kata 'kiri' dan 'ketinggalan' sama-sama diterjemahkan menjadi 'left'. Maka bolehkan saya berasumsi bahwa kiri itu hampir selalu ketinggalan?


22.46
Cak Nizar

0 komentar:
Posting Komentar